Sejarah Periklanan Di Indonesia

PERIKLANAN AWAL DI INDONESIA
     Bondan Winarno (2008 : 1-10) menulis bahwa pada tahun 1930an, banyak poster dan papan reklame ditempel pada panel samping grobak sapi yang hilir mudik mengangkut barang. Pada masa itu, kebanyakan papan reklame dicetak diatas lembar plat seng atau logam yang cukup tebal. Banyak pula yang dilapis enamel agar tahan lama. Setelah tahun 1948, ketika bahan "ajaib" yang bernama scothlite ditemukan banyak pula papan reklame yang menggunakan scothlite tadi karena mampu memantulkan cahaya dengan efek mengagumkan. Plat-plat seng reklame kini merupakan kolekters item yang berharga di pasar benda-benda antik. Ketika itu, produk yang paling banyak diiklankan melalui media luar ruang bergerak (moving outdoor media) antara lain adalah produk-produk ban sepeda dari goodyear dan michelin, produk sabun dan tapal lidi dari unilever, limun (soda pop) merek regional, dan produk rokok dari berbagai produsen, termasuk cerutu impor. Media opportunity pada waktu itu memang sangat terbatas, tetapi orang-orang periklanan sudah sangat kreatif menggunakan setiap peluang yang ada termasuk media tradisional. 


Gambar iklan Rokok jaman dahulu
 
     Belum terbayangkan ketika itu bahwa jauh di kemudian hari kreativitas iklan telah melahirkan berbagai media untuk menempatkan iklan diluar ruang. Transit advertising telah menjadi sub bisnis besar dalam periklanan. Sisi-sisi bus dan kendaraan umum dipasangan panel iklan, atau spanduk yang ditarik pesawat terbang rendah, bahkan penutup velg roda (hubcaps) maupun lampung punggung taksi. Tetapi, gajah di Thailand yang sejak dulu sering "ditempeli" papan iklan, sampai di zaman modern ini pun masih menjadi media iklan yang efektif.
Pada tahun 1744, terbitlah surat kabar pertama yang memakai teknologi  cetak tinggi, dengan (plat cetak dari timah) di nusantara. Namanya : Bataviaasche Nouvelles. Tetapi, surat kabar yang juga disponsori oleh pemerintah India Belanda pada masa gurbernur Jendral Gustav Willem Baron Van Imhovv itupun sebetulnya lebih merupakan lembaran iklan karena memang lebih banyak menampilkan iklan dan dibiayai hampir sepenuhnya oleh pendapatan iklan pula. Maklum surat kabar pada waktu itu hanya betiras paling banyak hanya 2500 eks. Sehingga penghasilan sirkulasinya tentulah sangat sedikit.

Gambar Iklan Sabun Jaman Dahulu 

     Dari berbagai surat kabar yang terbit di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya Makasar Manado, dan Medan pada pertengahan abad ke 19, dapat dilihat hadirnya berbagai iklan barang dan jasa yang memenuhi halaman-halaman media cetak. Beberapa nama koran besar di masa itu antara lain adalah : Bataviaach Nieuwsblad, Nieuwsblad Van de Dag, Java Bode (Batavia), Preanger Bode (Bandung), De Locomotief (Semarang, semula Samarangsche Nieuwsblad en Advertentieblad), Nieuwe Vorstenlanden (Solo) dan lain lain.

     Selain itu telah mulai hadir pula berbagai surat kabar dalam bahasa Melayu (sebelum kemudian menjadi bahasa Indonesia sejak 1928). Surat kabar berbahasa Melayu yang populer pada masa itu antara lain adalah Medan Moeslimin, Medan Prijaji, Sinar De Jawa, Sinar Terang, dan Soerat Kabar Mingoean. Kebijaksanaan kontrol informasi yang diterapkan sangat ketat oleh pemerintah Hindia Belanda pun membuat surat kabar tidak dapat menjalankan fungsinya secara penuh sebagai lembaga pemberita. Peran pers Indonesia sebagai alat politik baru muncul pada awal abad ke 20 seiring dengan pergerakan kebangkitan Nasional dan lahirnya ordonasi pers yang mengatur pembredelan surat kabar.

     Di zaman "kuda gigit besi" itu, iklan-iklan juga ramai diudarakan melalui radio, dioroyekan di gedung bioskop dan ditampilkan melalui pertunjukan keliling (mobil propaganda) mirip tukang obat yang hingga kini masih banyak dijumpai di berbagai kota kecil.
Iklan radio sebetulnya masih merupakan sebuah novelty, hal yang baru, pada awal abad ke-20 setelah radio komersial pertama dikumandangkan oleh stasiun WEAV di New York City pada 28 Agustus 1922. Sebuah perusahaan real estate di Queensboro membayar US $50 untuk penyuaraan pesan komersial selama 5 hari.

     Di Indonesia, radio sudah dikenal sejak awal abad ke-20, tidak lama setelah Guglielmo Marconi menemukan gelombang suara dan mengembangkannya menjadi alat komunikasi yang bernama radio telegrafik, dan kemudian berkembang lagi menjadi pemancar dan penerima gelombang radio.

     Akan tetapi radio swasta baru mulai hadir cikal bakalnya di Indonesia sejak akhir tahun 1960-an, yaitu sejak tumpasnya G30S/PKI. Sebelumnya di Indonesia hanya dikenal RRI yang telah mengudara sejak tahun 1945. RRI sendiri dapat dirunut sejarahnya sejak stasiun radio bentukan pemerintah Hindia Belanda yang dikendalikan oleh tentara penduduk Jepang.

Comments